Fenomena Masyarakat-Popularitas Instan Berkat Internet
JAKARTA– Materi lucu, unik, serta melawan logika membawa Sinta dan Jojo, Bona Paputungan, serta Briptu Norman menggapai popularitas dalam waktu singkat. Pertumbuhan internet juga berandil dalam kesuksesan mereka.
Hanya dalam hitungan hari setelah video mereka terunggah ke situs berbagi video Youtube, publik meresponsnya sangat cepat. Selama satu pekan, video Briptu Norman Kamaru yang bertajuk ”Polisi Gorontalo Menggila” sudah ditonton lebih dari 1,4 juta orang. Video lipsync Sinta dan Jojo hingga kini sudah ditonton oleh lebih dari 6,5 juta orang. Sementara video ”Andai Aku Jadi Gayus Tambunan” milik Bona Paputungan menarik perhatian lebih dari 490.000 penonton.
Popularitas ketiga orang ini pun meroket dalam waktu singkat. Sinta dan Jojo laris sebagai bintang iklan dan membuat album sendiri. Prajurit Brimob Polda Gorontalo Briptu Norman Kamaru konon sudah ditawari sebagai bintang iklan. Selama di Jakarta, dia juga diundang mengisi acara dialog maupun pentas musik di berbagai stasiun televisi. Menurut Sekjen Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, internet menjadikan setiap orang punya peluang sama untuk menjadi sumber berita yang tak terduga.
Peluang ini didukungdengankianmudahdan murahnya orang mendapatkan gadgetyang sekaligus bisa mengakses internet.Apalagi lantas muncul situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter yang mempercepat penyebarluasan informasi tersebut. Tidak semata internet, faktor kunci lain yang memunculkanartisinstanadalahsubstansi atau materi yang dipublikasikan mengena di masyarakat.
Dalam hal ini, masyarakat umumnya tertarik pada materi yang lucu,unik,menghibur,atau melawan logika,tapi masih bisa diterima.Hal lain adalah faktor keberuntungan. ”Dalam konteks video Briptu Norman Kamaru,itu kan secara logika agak bertentangan dengan nalar karena polisi kok jadi artis? Tapi karena bertentangan itulah jadinya menarik,” tandas Mas Wigrantoro kepada harian Seputar Indonesia (SINDO) kemarin. Kejenuhan publik terhadap fenomena sosial yang tidak menentu juga dianggap sebagai pemicu munculnya artis instan.
Menurut komedian yang kini menjadi politisi Nurul Qomar, faktor yang membuat masyarakat jenuh antara lain bencana alam, perilaku politik elite nasional maupun lokal yang membingungkan, serta korupsi. Bahkan perang di luar negeri juga bisa menjadi faktor yang membuat masyarakat menginginkan kehadiran penghibur yang unik dan baru. ”Ibaratnya kalau masyarakat itu pasar,kondisi pasar itu sudah sangat fluktuatif.Ketika muncul figur yang menampilkan ciri khas dan keunikan,mereka langsung digandrungi dan figur itu bisa menghilangkan kejenuhan walau sesaat,” kata Qomar.
Penetrasi Internet
Fenomena menjadi terkenal secara instan tak dapat dimungkiri sebagai buah pesatnya pertumbuhan internet di Indonesia.Kendati internet sudah muncul di Tanah Air pada awal 1990-an, perkembangan yang sangat masif terjadi dalam 10 tahun terakhir. Anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Heru Sutadi mengungkapkan, internet membuahkan budaya egaliter di mana semua pengakses internet memiliki derajat yang sama.”Mau dia pejabat atau rakyat jelata,selama dia bisa mengakses internet ya samaposisinya,”ujarnya saatdihubungi di Jakarta kemarin.
Dia memaparkan, penetrasi internet di Indonesia sangat pesat, terutama setelah era handphone dengan fasilitas akses internet (mobile internet). Penetrasi telepon tetap (berkabel) yang sudah stagnan di Indonesia menyebabkan pertumbuhan internet yang mengandalkan jaringan telepon tetap tertinggal jauh daripada mobile internet.”Tumbuh pesatnya terutama karena ada wifi, HSDPA, atau modem 3G yang jadi akselerator bagi tumbuhnya penetrasi internet di Indonesia,” tandasnya.
Saatinipenggunainternetdi Indonesia sudah mencapai 65 juta orang. Dibandingkan televisi, kata dia,akan lebih banyak orang yang menggunakan internet. ”Dari segi populasi di negara kita ini memang belum tinggi, masih butuh waktu. Target 2015 separuh penduduk Indonesia harus bisa terkoneksi internet,”ungkapnya. Berkat fasilitas internet yang memudahkan penggunanya mengunggah materi tulisan, video, serta gambar, tak sedikit orang yang lantas mencoba cara ini untuk menjadikan dirinya populer.
Menurut Heru, jalan ini ditempuh karena lebih gampang ketimbang cara tradisional yang butuh proses panjang. Sebagai contoh, untuk bisa terkenal dan tampil di televisi, seorang penyanyi pemula terlebih dulu harus ikut ajang adu bakat seperti Indonesian Idol,AFI,dan Indonesia Mencari Bakat.Belum lagi proses yang lama dan persaingan yang ketat. ”Kalau lewat internet kan tinggal publikasikan videonya lalu dengan cepat menyebar. Ini memangkas birokrasi dan halhal yang tadinya secara tradisional itu butuh waktu lama.
Dengan hal unik dan kreativitas, yangbersangkutanbisatiba-tiba menjadi artis instan,”tuturnya. Kelemahannya, kata dia, acap kali popularitas yang didapat secara instan tersebut juga cepat menurun. Selain akibat munculnya idola-idolabaruyang meraih popularitas dengan cara serupa,biasanya si ”artis instan” kurang kreatif mempertahankan eksistensinya.”Jarang ada sesuatu keberhasilan yang diraih seketika kemudian berkesinambungan. Untuk membuahkan keberhasilan yang panjang harus melalui proses,”tegasnya.
Heru mencontohkan penyanyi muda Justin Bieber.Selain mengunggah videonya di internet, dia juga mengimbanginya dengan menelurkan album, berpentas di panggung, bahkan menerbitkan biografi. Dengan begitu popularitasnya berkesinambungan dan tetap akan dikenal orang.
Selain Justin Bieber, dunia juga mengenal Lady Gaga maupun Rebecca Black yang menggapai popularitas dalam waktu singkat setelah mengunggah video ke Youtube.Video Rebecca Black berjudul Friday hingga kini sudah ditonton oleh lebih dari 26 juta orang.Sementara video Lady Gaga Born This Way disaksikan sekitar 22 juta orang. Sementara video Justin Bieber sudah disaksikan lebih dari 500 juta orang.
Jalur Baru Naik Kelas
Sosiolog Universitas Airlangga Bagong Suyanto menilai, tidak ada yang salah dengan fenomena munculnya sosok yang menggapai popularitas secara instan.Menurut dia, begitu luar biasanya pengaruh teknologi informasi sehingga bisa menjadi eskalator bagi masyarakat yang ingin naik kelas secara mandiri. Bahkan fenomena ini bisa mengubahnasibseseorang.” Siapapun jadi bisa punya harapan lebih untuk hidupnya,”ujar Bagong.
Dia memaparkan, dulu hanya orangtertentusajayangbisa naik kelas di masyarakat.Dulu hanya ada tiga jalur untuk naik kelas,yakni lewat perdagangan, militer, dan politik. ”Ketiganya membutuhkan keahlian khusus untuk bisa naik dengan cepat,” kata Bagong. Adapun dalam kasus Sinta dan Jojo serta Briptu Norman,lanjutnya, itu melalui jalur baru memanfaatkan teknologi informasi.”Apa yang dilakukan hanyalah cara untuk naik kelas,”kata Bagong. Bagong tidak menganggap keberadaan mereka yang menggapai popularitas dalam waktu singkat akan mengancam artis yang sudah eksis.
Namun sebagai saran kepada sesama rekan artis, Qomar mengharapkan mereka lebih kreatif dalam membuat karya seni. Kecanggihan teknologi dan kondisi psikologis masyarakat harus dipahami mengingat pemenang dalam persaingan di dunia hiburan sangat tergantung pada kemahiran artis dalam memahami suasana batin masyarakat.
Sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/392261/38/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar